“Cepetan Ful, kita juga mau ngerasain memeknya, kebelet nih!” kata Rois pada Syaiful.
“Sabar jek.. Uuhh.. Nanggung dikit lagi.. Eemmhh!” jawab Syaiful dengan terengah-engah.
Genjotan
Syaiful semakin kencang, nafasnya pun semakin memburu menandakan bahwa
dia akan orgasme. Kami mengatur tempo genjotan agar bisa keluar bersama.
“Uhh.. Uhh.. Udah mau Rin, boleh di dalam gak?” tanyanya.
“Jangan.. gue lagi subur.. Ah.. Aahh!!” desahku bersamaan dengan klimaks yang menerpa.
“Hei, jangan sembarangan buang peju, ntar gua mana bisa jilatin memeknya!” tegur Adi.
Syaiful
menyusul tak sampai semenit kemudian dengan meremas kencang payudaraku
hingga membuatku merintih, kemudian dia mencabut penisnya dan
menumpahkan isinya ke punggungku.
“Ok, next please” Syaiful mempersilakan giliran berikut.
Adi
langsung menyambut tubuhku dan memapahku berdiri. Disandarkannya
punggungku pada dinding lift lalu dia menRinum bibirku dengan lembut
sambil tangannya menelusuri lekuk-lekuk tubuhku, kami ber-french kiss
dengan panasnya. Serangan Adi mulai turun ke payudaraku, tapi cuma dia
kulum sebentar, lalu dia turun lagi hingga berjongkok di depan vaginaku.
Gesper dan resleting rokku dia lucuti hingga rok itu merosot jatuh. Dia
menatap dan mengendusi vaginaku yang tertutup rambut lebat itu, tangan
kanannya mulai mengelusi kemaluanku sambil mengangkat paha kiriku ke
bahunya. Jari-jarinya mengorek liang vaginaku hingga mengenai klitoris
dan G-spotku.
“Sshh.. Di.. Oohh.. Aahh!!” desisku sambil meremas rambutnya ketika lidahnya mulai menyentuh bibir vaginaku.
Aku
mengigit-gigit bibir menikmati jilatan Adi pada vaginaku, lidahnya
bergerak-gerak seperti ular di dalam vaginaku, daging keRinl sensitifku
juga tidak luput dari sapuan lidah itu, kadang diselingi dengan hisapan.
Hal ini membuat tubuhku menggeliat-geliat, mataku terpejam menghayati
permainan ini. Tiba-tiba kurasakan sebuah gigitan pelan pada puting
kiriku, mataku membuka dan menemukan kepala Syaiful sudah menempel di
sana sedang mengenyot payudaraku. Rois berdiri di sebelah kananku sambil
meremas payudaraku yang satunya.
“Rin, toked lu gede banget sih, ukuran BH-nya berapa nih?” tanyanya.
“Eenngghh.. Gua 34B.. Mmhh!” jawabku sambil mendesah.
“Udah ada pacar lo Rin?” tanyanya lagi.
Aku
hanya menggeleng dengan badan makin menggeliat karena saat itu lidah
Adi dengan liar menyentil-nyentil klitorisku. Sensasi ini ditambah lagi
dengan Rois yang menyapukan lidahnya yang tebal ke leher jenjangku dan
mengelusi pantatku. Sebelum sempat mencapai klimaks, Adi berhenti
menjilat vaginaku. Dia mulai berdiri dan menyuruh kedua temannya
menyingkir dulu.
“Minggir dulu jek.. Gua mo nyoblos nih! Walah..
Nih toked jadi bau jigong lu gini Ful!” omelnya pada Syaiful yang hanya
ditanggapi dengan seringainya yang mirip kuda nyengir.
Paha
kiriku diangkat hingga pinggang, lalu dia menempelkan kepala penisnya
pada bibir vaginaku dan mendorongnya masuk perlahan-lahan.
“Ooh.. Di.. Aahh.. Ahh!” desahku dengan memeluk erat tubuhnya saat dia melakukan penetrasi.
“Aakkhh.. Yahud banget memek lu Rin.. Seret-seret basah!”
Kemudian
Adi mulai memompa tubuhku, rasanya sungguh sulit dilukiskan. Penis
kokoh itu menyodok-nyodokku dengan brutal sampai tubuhku
terlonjak-lonjak, keringat yang bercucuran di tubuhku membasahi dinding
lift di belakangku. Eranganku kadang teredam oleh lumatan bibirnya
terhadapku. Senjatanya keluar-masuk berkali-kali hingga membuat mataku
merem-melek merasakan sodokan yang nikmat itu. Aku pun ikut maju mundur
merespons serangannya. Saat itu kedua temannya hanya menonton sambil
memegangi senjata masing-masing, mereka juga menyoraki Adi yang sedang
menggenjotku seolah memberi semangat.
Sementara dia berpacu di
antara kedua pahaku, aku mulai merasakan klimaks yang akan kembali
menerpa. Tubuhku bergetar hebat, pelukanku terhadapnya juga semakin
erat. Akhirnya keluarlah desahan panjang dari mulutku bersamaan dengan
melelehnya cairan kewanitaanku lebih banyak daripada sebelumnya. Namun
dia masih bersemangat menggenjotku, bahkan bertambah kencang dan
bertenaga, nafasnya yang menderu-deru menerpa wajahku.
“Uuhh.. Uuh.. Rin.. Yeeahh.. Hampir!” geramnya di dekat wajahku.
Tubuhnya
berkelojotan diiringi desahan panjang, kemudian ditariknya penisnya
lepas dari vaginaku dan menyemprotlah isinya di perutku. Dia pun lalu
ambruk ke depanku sambil memagut bibirku mesra. Karena Adi melepaskan
pegangannya terhadapku, pelan-pelan tubuhku merosot hingga terduduk
bagai tak bertulang, begitu pun dengannya yang bersandar di lift dengan
nafas ngos-ngosan. Aku meminta Syaiful mengambilkan tissue dari tasku,
aku lalu menyeka keringat di keningku juga ceceran sperma pada perutku
sambil menjilat jari-jariku untuk mendapatkan ceceran sperma itu. Hingga
kini pakaian yang masih tersisa di tubuhku cuma sepatu dan kaos yang
telah tergulung ke atas.
Tenggang waktu ke babak berikutnya
kurang dari lima menit, Rois setelah meminta ijin dahulu, memegangi
kedua pergelangan kakiku dan membentangkannya. Ditatapnya sebentar
lubang merah merekah di tengah bulu-bulu hitam itu, kedua temannya juga
ikut memandangi daerah itu.
“Ayo dong.. Pada liatin apa sih, malu
ah!” kataku dengan memalingkan muka karena merasa risi dipelototi
bagian ituku, namun sesungguhnya aku malah menikmati menjadi objek seks
mereka.
“Hehehe.. Malu apa mau nih!” ujar Syaiful yang berjongkok di sebelahku sambil mencubit putingku.
“Lu udah gak virgin sejak kapan Rin? Kok memeknya masih OK?” tanya Rois sambil menatap liang itu lebih dekat.
“Enam belas, waktu SMA dulu” jawabku.
Kami
ngobrol-ngobrol sejenak diselingi senda gurau hingga akhirnya aku
meminta lagi karena gairahku sudah kembali, ini dipercepat oleh
tangan-tangan mereka yang selalu merangsang titik-titik sensitifku. Rois
menarikku sedikit ke depan mendekatkan penisnya pada vaginaku lalu
mengarahkan benda itu pada sasarannya. Uuh.. Vaginaku benar-benar terasa
sesak dan penuh dijejali oleh penisnya yang perkasa itu. Cairan
vaginaku meliRinnkan jalan masuk baginya.
“Aa.. aadduhh,
pelan-pelan dong!” aku mendesah lirih sewaktu Rois mendorong agak kasar.
Sambil menggeram-geram, dia memasukkan penisnya sedikit demi sedikit
hingga terbenam seluruhnya dalam vaginaku.
“Eengghh.. Ketat abis, memek Rinna emang sipp!” ceracaunya.
Dia
menggenjot tubuhku dengan liar, semakin tinggi tempo permainannya,
semakin aku dibuatnya kesetanan. Sementara Syaiful sedang asyik bertukar
ludah denganku, lidahku saling jilat dengan lidahnya yang ditindik,
tanganku menggenggam penisnya dan mengocoknya. Sebuah tangan meraih
payudaraku dan meremasnya lembut, ternyata si Adi yang berlutut di
sebelahku.
“Bersihin dong Rin, masih ada sisa tadi!” pintanya
dengan menyodorkan penisnya ke mulutku saat mulut Syaiful berpindah ke
leherku.
Serta merta kuraih penis itu, hhmm, masih
lengket-lengket bekas persenggamaan barusan, kupakai lidahku menyapu
batangnya, setelah beberapa jilatan baru kumasukkan ke mulut, aku dapat
melihat ekspresi kenikmatan pada wajahnya akibat teknik oralku.
Tak
lama kemudian, Syaiful berkelojotan dan bergumam tak jelas, sepertinya
dia akan klimaks. Melihat reaksinya kupercepat kocokanku hingga akhirnya
cret.. cret.. Spermanya berhamburan mendarat di sekitar dada dan
perutku, tanganku juga jadi belepotan cairan seperti susu kental itu.
Saat itu aku masih menikmati sodokan Rois sambil mengulum penis Adi.
Kemudian
Adi mengajak berganti posisi, aku dimintanya berposisi doggy, Rois dari
belakang kembali menusuk vaginaku dan dari depanku Adi menjejalkan
penisnya ke mulutku. Kulumanku membuat Adi berkelojotan sambil
meremas-remas rambutku sampai ikat rambutku terlepas dan terurailah
rambutku yang sebahu itu. Penis itu bergerak keluar-masuk semakin cepat
karena vaginaku juga sudah basah sekali.
Tidak sampai sepuluh
menit kemudian muncratlah sperma Adi memenuhi mulutku, karena saat itu
genjotan Rois bertambah ganas, hisapanku sedikit buyar sehingga cairan
itu tumpah sebagian meleleh di pinggir bibirku. Setelah Adi melepas
penisnya, aku bisa lebih fokus melayani Rois, aku ikut menggoyang
pinggulku sehingga sodokannya lebih dalam.
Bunyi ‘plok-plok-plok’
terdengar dari hentakan selangkangan Rois dengan pantatku. Mulutku
terus mengeluarkan desahan-desahan nikmat, sampai beberapa menit
kemudian tubuhku mengejang hebat yang menandakan orgasmeku. Kepalaku
menengadah dan mataku membeliak-beliak, sungguh fantastis kenikmatan
yang diberikan olehnya. Kontraksi otot-otot kemaluanku sewaktu orgasme
membuatnya merasa nikmat juga karena otot-otot itu semakin menghimpit
penisnya, hal ini menyebabkan goyangannya semakin liar dan mempercepat
orgasmenya. Dia mendengus-dengus berkelojotan lalu tangannya menarik
rambutku sambil mencabut penisnya.
“Aduh-duh, sakit.. Mau ngapain sih?” rintihku.
Dia
tarik rambutku hingga aku berlutut dan disuruhnya aku membuka mulut. Di
depan wajahku dia kocok penisnya yang langsung menyemburkan lahar
putih. Semprotan itu membasahi wajahku sekaligus memenuhi mulutku.
“Gila, banyak amat sih, sampai basah gini gua!” kataku sambil menjilati penisnya melakukan cleaning service.
Setelah
menuntaskan hasrat, Rois melepaskanku dan mundur terhuyung-huyung
sampai bersandar di pintu lift dimana tubuhnya merosot turun hingga
terduduk lemas. Dengan sisa-sisa tenaga aku menyeret tubuhku ke tembok
lift agar bisa duduk bersandar. Suasana di dalam lift jadi panas dan
pengap setelah terjadi pergulatan seru barusan. Aku mengatur kembali
nafasku yang putus-putus sambil menjilati sperma yang masih belepotan di
sekitar mulut, aku bisa merasakan lendir hangat yang masih mengalir di
selangkanganku.
Adi sudah memakai kembali celananya tapi masih
terduduk lemas, dia mengeluarkan sebotol aqua dari tas lusuhnya, Syaiful
sedang berjongkok sambil menghisap rokok, dia belum memakai celananya
sehingga batang kemaluannya yang mulai layu itu dapat terlihat olehku,
Rois masih ngos-ngosan dan meminta Adi membagi minumannya. Setelah minum
beberapa teguk, Rois menawarkan botol itu padaku yang juga langsung
kuraih dan kuminum. Kuteteskan beberapa tetes air pada tissue untuk
melap wajahku yang belepotan.
Kami ngobrol-ngobrol ringan dan
bertukar nomor HP sambil memulihkan tenaga. Aku mulai memunguti
pakaianku yang tercecer. Setelah berpakaian lengkap dan menguRinr
kembali rambutku, kami bersiap-siap pulang. Adi menekan tombol lift dan
lift kembali meluncur ke bawah. Lantai dasar sudah sepi dan gelap, jam
sudah hampir menunjukkan pukul tujuh. Lega rasanya bisa menghirup udara
segar lagi setelah keluar gedung ini, kami pun berpisah di depan gedung
sipil, mereka keluar lewat gerbang samping dan aku ke tempat parkir.
Dalam
perjalanan pulang, aku tersenyum-senyum sendiri sambil mendengar alunan
musik dari CD-player di mobilku, masih terngiang-ngiang di kepalaku
kegilaan yang baru saja terjadi di lift kampus.
*****
Mohon
maaf atas menghilangnya milis yahooku karena dihack seseorang, selain
itu aku sendiri sudah lulus dan bekerja sehingga tidak punya banyak
waktu untuk mengurus milis itu. Bisa menuangkan pengalamanku ke dalam
tulisan saja sudah cukup menyibukkanku dan biasa kulakukan kalau ada
waktu senggang di kantor, jadi harap maklum pada penggemar
cerita-ceritaku.
E N D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar