Pengalamanku yang satu ini terjadi ketika masih kuliah semester empat,
kira-kira empat tahun yang lalu. Waktu itu aku harus mengambil sebuah
mata kuliah umum yang belum kuambil, yaitu kewiraan. Kebetulan waktu itu
aku kebagian kelas dengan fakultas sipil, agak jauh dari gedung
fakultasku, di sana mahasiswanya mayoritas cowok pribumi, ceweknya cuma
enam orang termasuk aku. Tak heran aku sering menjadi pusat perhatian
cowok-cowok di sana, beberapa bahkan sering curi-curi pandang mengintip
tubuhku kalau aku sedang memakai pakaian yang menggoda, aku sih sudah
terbiasa dengan tatapan-tatapan liar seperti ini, terlebih lagi aku juga
cenderung eksibisionis, jadi aku sih cuek-cuek aja.
Hari itu
mata kuliah yang bersangkutan ada kuliah tambahan karena dosennya
beberapa kali tidak masuk akibat sibuk dengan kuliah S3-nya. Kuliah
diadakan pada jam lima sore. Seperti biasa kalau kuliah tambahan pada
jam-jam seperti ini waktunya lebih cepat, satu jam saja sudah bubar.
Namun bagaimanapun saat itu langit sudah gelap hingga di kampus hampir
tidak ada lagi mahasiswa yang nongkrong.
Keluar dari kelas aku
terlebih dulu ke toilet yang hanya berjarak empat ruangan dari kelas ini
untuk buang air keRinl sejenak, serem juga nih sendirian di WC kampus
malam-malam begini, tapi aku segera menepis segala bayangan menakutkan
itu. Setelah cuRin tangan aku buru-buru keluar menuju lift (di tingkat
lima). Ketika menunggu lift aku terkejut karena ada yang menyapa dari
belakang. Ternyata mereka adalah tiga orang mahasiswa yang juga sekelas
denganku tadi, yang tadi menyapaku aku tahu orangnya karena pernah duduk
di sebelahku dan mengobrol sewaktu kuliah, namanya Adi, tubuhnya kurus
tinggi dan berambut jabrik, mukanya jauh dari tampan dengan bibir tebal
dan mata besar. Sedangkan yang dua lagi aku tidak ingat namanya, cuma
tahu tampang, belakangan aku tahu yang rambutnya gondrong dikunRinr itu
namanya Syaiful dan satunya lagi yang mukanya mirip Arab itu namanya
Rois, tubuhnya lebih berisi dan kekar dibandingkan Adi dan Syaiful yang
lebih mirip pemakai narkoba.
“Kok baru turun sekarang Rin?” sapa Adi berbasa-basi.
“Abis dari WC, lu orang juga ngapain dulu?” jawabku.
“Biasalah, ngerokok dulu bentar” jawabnya.
Lift
terbuka dan kami masuk bersama, mereka berdiri mengelilingiku seperti
mengepungku hingga jantungku jadi deg-degan merasakan mata mereka
memperhatikan tubuhku yang terbungkus rok putih dari bahan katun yang
menggantung di atas lutut serta kaos pink dengan aksen putih tanpa
lengan. Walau demikian, terus terang gairahku terpicu juga dengan
suasana di ruangan keRinl dan dengan dikelilingi para pria seperti ini
hingga rasa panas mulai menjalari tubuhku.
“Langsung pulang Rin?” tanya Syaiful yang berdiri di sebelah kiriku.
“Hemm” jawabku singkat dengan anggukan kepala.
“Jadi udah gak ada kegiatan apa-apa lagi dong setelah ini?” si Adi menimpali.
“Ya gitulah, paling nonton di rumah” jawabku lagi.
“Wah kebetulan.. Kalo gitu lu ada waktu sebentar buat kita dong!” sahut Syaiful.
“Eh.. Buat apa?” tanyaku lagi.
Sebelum
ada jawaban, aku telah dikagetkan oleh sepasang tangan yang memelukku
dari belakang dan seperti sudah diberi aba-aba, Rois yang berdiri dekat
tombol lift menekan sebuah tombol sehingga lift yang sedang menuju
tingkat dua itu terhenti. Tas jinjingku sampai terlepas dari tanganku
karena terkejut.
“Heh.. Ngapain lu orang?” ujarku panik dengan sedikit rontaan.
“Hehehe.. Ayolah Rin, having fun dikit kenapa? Stress kan, kuliah seharian gini!” ucap Adi yang mendekapku dengan nafas menderu.
“Iya Rin, di sipil kan gersang cewek nih, jarang ada cewek kaya lo gini, lu bantu hibur kita dong” timpal Rois.
Srr..
Sesosok tangan menggerayang masuk ke dalam rok miniku. Aku tersentak
ketika tangan itu menjamah pangkal pahaku lalu mulai menggosok-gosoknya
dari luar.
“Eengghh.. Kurang ajar!” ujarku lemah. Aku sendiri
sebenarnya menginginkannya, namun aku tetap berpura-pura jual mahal
untuk menaikkan derajatku di depan mereka.
Mereka menyeringai
mesum menikmati ekpresi wajahku yang telah terangsang. Rambutku yang
dikunRinr memudahkan Adi menRinumi leher, telinga dan tengkukku dengan
ganas sehingga birahiku naik dengan cepat. Rois yang tadinya cuma
meremasi dadaku dari luar kini mulai menyingkap kaosku lalu cup bra-ku
yang kanan dia turunkan, maka menyembullah payudara kananku yang nampak
lebih mencuat karena masih disangga bra. Diletakkannya telapak tangannya
di sana dan meremasnya pelan, kemudian kepalanya mulai merunduk dan
lidahnya kurasakan menyentuh putingku.
Sambil menyusu, tangannya
aktif mengelusi paha mulusku. Tanpa kusadari, celana dalamku kini telah
merosot hingga ke lutut, pantat dan kemaluanku terbuka sudah. Jari-jari
Syaiful sudah memasuki vaginaku dan menggelitik bagian dalamnya. Tubuhku
menggelinjang dan mendesah saat jarinya menemukan klitorisku dan
menggesek-gesekkan jarinya pada daging keRinl itu.
Aku merasakan
sensasi geli yang luar biasa sehingga pahaku merapat mengapit tangan
Syaiful. Rasa geli itu juga kurasakan pada telingaku yang sedang
dijilati Adi, hembusan nafasnya membuat bulu kudukku merinding.
Tangannya menjalar ke dadaku dan mengeluarkan payudaraku yang satu lagi.
Diremasinya payudara itu dan putingnya dipilin-pilin, kadang dipencet
atau digesek-gesekkan dengan jarinya hingga menyebabkan benda itu
semakin membengkak. Tubuhku serasa lemas tak berdaya, pasrah membiarkan
mereka menjarah tubuhku.
Melihatku semakin pasrah, mereka semakin
menjadi-jadi. Kini Rois memagut bibirku, bibir tebal itu
menyedot-nyedot bibirku yang mungil, lidahnya masuk ke mulutku dan
menjilati rongga di dalamnya, kubalas dengan menggerakkan lidahku
sehingga lidah kami saling jilat, saling hisap, sementara tangannya
sudah meremas bongkahan pantatku, kadang jari-jarinya menekan anusku.
Tonjolan keras di balik celana Adi terasa menekan pantatku. Secara
refleks aku menggerakkan tanganku ke belakang dan meraba-raba tonjolan
yang masih terbungkus celana itu.
Payudara kananku yang sudah
ditinggalkan Rois jadi basah dan meninggalkan bekas gigitan kini beralih
ke tangan Adi, dia kelihatan senang sekali memainkan putingku yang
sensitif, setiap kali dia pencet benda itu dengan agak keras tubuhku
menggelinjang disertai desahan. Si Syaiful malah sudah membuka celananya
dan mengeluarkan penisnya yang sudah tegang. Masih sambil berRinuman,
kugerakkan mataku memperhatikan miliknya yang panjang dan berwarna gelap
tapi diameternya tidak besar, ya sesuailah dengan badannya yang
kerempeng itu.
Diraihnya tanganku yang sedang meraba selangkangan
Adi ke penisnya, kugenggam benda itu dan kurasakan getarannya, satu
genggamanku tidak cukup menyelubungi benda itu, jadi ukurannya kira-kira
dua genggaman tanganku.
“Ini aja Rin, burung gua kedinginan nih, tolong hangatin dong!” pintanya.
“Ahh.. Eemmhh!” desahku sambil mengambil udara begitu Rois melepas cumbuannya.
“Gua juga mau dong, udah gak tahan nih!” ujar Rois sambil membuka celananya.
Wow,
sepertinya dia memang ada darah Arab, soalnya ukurannya bisa dibilang
menakjubkan, panjang sih tidak beda jauh dari Syaiful tapi yang ini
lebih berurat dan lebar, dengan ujungnya yang disunat hingga menyerupai
helm tentara. Jantungku jadi tambah berdegup membayangkan akan ditusuk
olehnya, berani taruhan punya si Adi juga pasti kalah darinya.
Adi
melepaskan dekapannya padaku untuk membuka celana, saat itu Rois
menekan bahuku dan memintaku berlutut. Aku pun berlutut karena kakiku
memang sudah lemas, kedua penis tersebut bagaikan pistol yang
ditodongkan padaku, tidak.. bukan dua, sekarang malah tiga, karena Adi
juga sudah mengeluarkan miliknya. Benar kan, milik Rois memang paling
besar di antara ketiganya, disusul Adi yang lebih berisi daripada
Syaiful. Mereka bertiga berdiri mengelilingiku dengan senjata yang
mengarah ke wajahku.
“Ayo Rin, jilat, siapa dulu yang mau lu servis”
“Yang gua aja dulu Rin, dijamin gue banget!”
“Ini aja dulu Rin, gua punya lebih gede, pasti puas deh!”
Demikian
mereka saling menawarkan penisnya untuk mendapat servis dariku seperti
sedang kampanye saja, mereka menepuk-nepuk miliknya pada wajah, hidung,
dan bibirku sampai aku kewalahan menentukan pilihan.
“Aduh..
Iya-iya sabar dong, semua pasti kebagian.. Kalo gini terus gua juga
bingung dong!” kataku sewot sambil menepis senjata mereka dari mukaku.
“Wah.. Marah nih, ya udah kita biarin Rintra yang milih aja, demokratis kan?” kata Syaiful.
Setelah
kutimbang-timbang, tangan kiriku meraih penis Syaiful dan yang kanan
meraih milik Rois lalu memasukkannya pelan-pelan ke mulut.
“Weh..
Sialan lu, gua cuma kebagian tangannya aja!” gerutu Syaiful pada Rois
yang hanya ditanggapinya dengan nyengir tanda kemenangan.
“Wah gua kok gak diservis Rin, gimana sih!” Adi protes karena merasa diabaikan olehku.
Sebenarnya
bukan mengabaikan, tapi aku harus memakai tangan kananku untuk menuntun
penis Rois ke mulutku, setelah itu barulah kugerakkan tanganku meraih
penis Adi untuk menenangkannya. Kini tiga penis kukocok sekaligus, dua
dengan tangan, satu dengan mulut.
Lima belas menit lewat sudah,
aku ganti mengoral Adi dan Rois kini menerima tanganku. Tak lama
kemudian, Syaiful yang ingin mendapat kenikmatan lebih dalam melepaskan
kocokanku dan pindah berlutut di belakangku. Kaitan bra-ku dibukanya
sehingga bra tanpa tali pundak itu terlepas, begitu juga celana dalam
hitamku yang masih tersangkut di kaki ditariknya lepas. Lima menit
kemudian tangannya menggerayangi payudara dan vaginaku sambil menjilati
leherku dengan lidahnya yang panas dan kasar. Pantatku dia angkat
sedikit sampai agak menungging.
Kemudian aku menggeliat ketika
kurasakan hangat pada liang vaginaku. Penis Syaiful telah menyentuh
vaginaku yang basah, dia tidak memasukkan semuanya, cuma sebagian dari
kepalanya saja yang digeseknya pada bibir vaginaku sehingga menimbulkan
sensasi geli saat kepalanya menyentuh klitorisku.
“Uhh.. Nakal yah lu!” kataku sambil menengok ke belakang.
“Aahh..!”
jeritku keRinl karena selesai berkata demikian Syaiful mendorong
pinggulnya ke depan sampai penis itu amblas dalam vaginaku.
Dengan
tangan mencengkeram payudaraku, dia mulai menggenjot tubuhku, penisnya
bergesekan dengan dinding vaginaku yang bergerinjal-gerinjal. Aku tidak
bisa tidak mengerang setiap kali dia menyodokku.
“Hei Rin, yang gua jangan ditinggalin nih” sahut Adi seraya menjejalkan penisnya ke mulutku sekaligus meredam eranganku.
Aku
semakin bersemangat mengoral penis Adi sambil menikmati sodokan-sodokan
Syaiful, penis itu kuhisap kuat, sesekali lidahku menjilati ‘helm’nya.
Jurusku ini membuat Adi blingsatan tak karuan sampai dia menekan-nekan
kepalaku ke selangkangannya. Kocokanku terhadap Rois juga semakin
dahsyat hingga desahan ketiga pria ini memenuhi ruangan lift.
Teknik
oralku dengan cepat mengirim Adi ke puncak, penisnya seperti membengkak
dan berdenyut-denyut, dia mengerang dan meremas rambutku..
“Oohh.. Anjing.. Ngecret nih gua!!”
Muncratlah
cairan kental itu di mulutku yang langsung kujilati dengan rakusnya.
Keluarnya banyak sekali sehingga aku harus buru-buru menelannya agar
tidak tumpah. Setelah lepas dari mulutku pun aku masih menjilati sisa
sperma pada batangnya. Rois memintaku agar menurunkan frekuensi
kocokanku.
“Gak usah buru-buru..” demikian katanya.
Ke Bagian 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar