sebut saja namaku cindy…
aku saat itu masih kuliah di sebuah
perguruan tinggi swasta di kota bandung. aku berasal dari keluarga
sederhana di kota kecil di timur kota bandung, uang sakku yang di
berikan oleh orang tuaku sangat pas-pasan untuk biaya hidup dan uang
kost, untung saat itu aku punya pacar yang kondisi ekonominya sangat
lebih mapan dariku, sehingga kadang dia membantu kondisi keunganku meski
tanpa aku minta, mungkin dia tau keadaanku yang kekurangan. aku selama
ini merasa bantuanya untukku tulus, karena dia sayang padaku. dia
sendiri kuliah di fakultas kedokteran dan sudah hampir lulus, sedang ku
sendiri baru division tiga. pacarku bernama marteen, ia sangat suka bila
caraku berpakaian menunjukan bentuktubuhku, tapi aku kadang risih juga
bila harus berpakaian sexy. tapi untuknya kadang ku kesampingkan segala
rasa malu. tapi dari segala hal yang ia sukai, adalah bila aku mau dan
berkenan untuk tidak memakai pakaian dalam di balik apa yang aku
kenakan. makanya ia tak pernah mebelikan ku underwear, yang sering ia
berikan untukku hanyalah sebuah benda yang bagiku hanya mirip celana
dalam, karena hanya terdiri dari semacam tali, yang ia sebut G-string.
memang
ukuran dadaku tidaklah terlalu besar hanya berukuran 32b, sehingga
untuk menutupinya aku kadang hanya mengunakan tanktop tali satu atau
atasan yang hanya seperti kemben (tube) yang pas di badan sebelum
kemudian mengenakan jaket, kemeja atau cardigan atau juga sweater.
sehingga dengan cara dia membelikan aku pakaian, absolutist kelamaan aku
tak lagi mempunya bra dan celana dalam di kost ku, kini semua berganti
dengan G-string dan tube-top atau tanktop. tapi bukan hal ini yang ingin
aku ceritakan di sini.
suatu ketika aku terserang penyakit yang
membuat badan ku lemah di sertai demam, akhirnya atas saran pacarku itu,
aku di bawa ke sebuah rumah sakit swasta, karena ia menduga aku kena
demam berdarah, thypus atau komplikasi antara keduanya. dan benar saja,
hasil labku menunjukan aku kena DB,sekaligus juga gejala thyfus.
sehingga kemudian mengharuskan aku di rawat di rumah sakit.
ia
memilikan kamar rawat yang mewah buatkku, yang hanya diperuntukan untuk
satu pasien dan penunggunya, ada TV kulkas sofa, ruangan AC dan
kamarmandi tentunya. aku hanya bisa tersenyum dan berterima kasih
padanya. ternyata dia banyak mengenal dokter dan perawat di rumah sakit
tersebut. tidaklah mengherankan karena ia adalah mahasiswa kedokteran
yang sering kuliah praktek atau bimbingan dengan dokter2 disana.
aku
memang sengaja tidak memberitahu keluargaku di kampung, agar mereka
tidak panik mendengar aku sakit, lagian kasian adik adiku yang masih
kecil2 bila harus di tinggalkan jika orang tua ku datang ke bandung
menjengukku.
Disinilah keanehanya muncul, tapi aku sering
menyebutnya sebagai keunikan dari pacarku itu. unik, karena dia senang
sekali melihat keindahan dan keseksian tubuhku, tapi tak pernah
sekalipun ia meminta apalagi memaksaku untuk berhubunngan badan.
di
ruangan perawatan yang bertaraf VIP itu perawat tidak membolehkan aku
mengenakan pakaian rumahan, karena menurutnya akan menyulitkan dalam
perawatan, tapi aku harus mengenakan pakaian pasien rawat inap, begitu
jelas suster perawat yang mengantar kami. aku pun mengangguk setuju,
krena itu memang peraturanya. akupun melepaskan dan menanggalkan semua
pakaiankku, tapi setelah aku mengglakan semuanya, marteen hanya
tersenyum dan menyuruhku untuk berbaring dan beristirahat di tempat
tidur passien, dan kemudian menyelimuti seluruh badanku dengan selimut
yang telah terpasang di kasur. jadi di balik selimut rumah sakit itu aku
sama sekalli tidak berpakaian alias telanjang bulat.
Kali ini
marteen berpesan, bahwa aku tidak boleh mengenakan pakaian apapun selama
di rungan perawatan itu, kalau aku melanggarnya, ia tak akan mau
membayar biaya perawatan selama aku di rumah sakit tersebut. deg….!
marteen yang ku kenal memang selalu serius dengan ucapanya. dan aku tahu
bahwa kali inipun marteen serius dengan apa yang barusan ia ucapkan.
tapi bagai backbone jika ada yang datang atau dokter yang memeriksa tanya ku…?
ya
biarkan saja apa adanya, dokter sudah sangat terbiasa dengan hal
semacam itu lanjut marteen lagi, lagian kamu juga sudah terbisakan
dengan perlakuan dokter.
memang terkadang jika aku merasa kurang
enak badan, aku sering pergi ke dokter, dan kadang dokter memita aku
membuka bagian atas bajuku sebelum mmeriksanya, dan mereka hanya
tersenyum ketika menydari bahwa aku tidak mengenakan bra di balik jaket
atau baju yang ku kenakan, dan hal itu membuatku sedikit basah di bagian
bawah sana.
jadi kupikir ya benar juga apa yang marteen katakan,
bahwa dokter mungkin sudah terbiasa dengan hal seperti itu, dan akupun
sudah terbisa dengan hal sepereti itu, tapi kali ini berbeda, bahwa aku
benar benar taidak mengenakan apa apa. tapi ku tepis ke khawatiran ku
itu.
singkatnya selama 10 hari di ruamah sakit itu, selama itupun
aku bertelanjang bulat di ballik selimut rumah sakit. petama-tama
dokter dan perawat yang memeriksa juga sedikit terkejut dengan surpise
yang dia terima di kamarku, hari itu ketika ia kan memeriksa menggunakan
stetoskopnya ia menurunkan selimut yang menutupi bahuku, sampai ke
bawah dadaku, tapi karena ia menemukan dua gunung kembarku mencuat di
tanpa tertutupi, ia tampak terkejut, dan meminta maaf. tapi untuk
menetralkan suasana, akupun berkata; tidak apa apa kok dok silahkan di
periksa, maka kemudian ia melanjutkan memeriksa menggunakan
stetoskopnya. setelah selesai ia menutup kembali slimut yang cukup tebal
itu, dan mulai memeriksa breadth perut, karena jika DB memang di
barengi dengan keluhan di perut, ataupun diagnosa penyakit lain, dokter
itu menekan-nekan perutku sabil bertanya pakah sakit, mual, dan
pertanyaan lain.
tapi setelah hari kedua, dokter itu mulai
terbiasa tampaknya, ia langsung membuka selimutku, menurunkanya sampai
di bawah pusarku. sehingga kini aku benar-benar setengah telanjang.
sungguh aku merasa malu, karena kali ini dokter tersebut membuka
selimutku lebar-lebar, untung marteen selalu menemanikku sehingga aku
merasa aman.
“kok gak pake baju” tanya dokter itu, aku hanya
tersenyum, tapi marteen menjawab “gerah katanya dok, suka keringatan,
makanya dia nggak mau pake baju”.
“oh iya, kalo demamnya berkurang, memang suka keluar keringat, itu memang tanda-tanda DB” lanjut dokter itu,
ia kemudian melanjtkan memeriksa perutku seperti kemaren, namun tetap sopan, meski terkadang seakan membelai perutku.
jawaban
marteen memebuatkku tak bisa berkata-kata, kesan yang dokter dan
perawat itu terima pastilah aku memng senang bertelanjang begini,
padahal ini adalah perminttan marteen pacarku itu. tapi apa yang bisa ku
katakan lagi. aku hanya diam saja, karena memang aku masih sangat lemas
dengan kondisi trombosit ku yang masih sangat rendah.
“saya
suntik ya?” aku hanya mengangguk lemah, “tolong miring sebentar” katanya
padaku, akupun hanya bisa menurutinya, tapi aku sadar dengan begitu,
mereka akan bisa melihat kebugilankku dari belakang, mungkin juga mereka
bisa melihat bukit kemaluanku di bawah sana pikirku, oh… sungguh baru
pertama kali aku merasakan hal seperti ini, betapa malunya aku. tapi
untungnya hal itu tak berlangsunglama, setelah menyuntik bokong kanan ku
akupun bisa berbalik lagi, dan dokter itu menutup selimutku kembali.
setelah dokter bersama perawat itu pergi,marteen berseru senang..
“hebat… sungguh hebat kamu cindy, kamu bisa brtindak seolah olah tadi adahal hal yang wajar”….
“kamu mungkin gak bisa melihat dokter tadi menyeka keringat ketika menyuntik bokong indahmu itu”
“kamu memang pacarku yang batten cantik cindy”….
berita
mengena sakitku telah berredar di kalangan teman temanku, merekapun
datang menjenguk. ternyata marteen yang memberi tahu mereka. sungguh
pengalaman yang membuat aku malu, berada di sekeliling teman-teman
kuliahku, teman laki-laki dan perempuan bahkan ada yang membawa
cowoknya, dengan ketelanjanganku di balik selimut ini. terusterang aku
bisa merasakan bahwa mereka menyadari ketelanjangan ku di balik selimut
itu, karena jelas mata para pria memandang pada dua gundukan dengan
titik yang mencuat menandakan puting payudaraku. goyangan goyangan
payudarakupun jelas terlihat. tapi aku bersikap seolah semuanya wajar
dan aku tidak menyadari tatapan cheat para pria, sehingga teman wanitaku
tidak merasa kikuk bercakap-cakap dengan ku, membicarakan tentang
keadaan kampus dan gosip2 nya.
marteen kadang mengabadikan
hal-hal itu dengan kameranya, ia memang gemar dengan hoby fotografi dan
kamera video. ia selalu membawa kamera digitalnya kemanun ia pergi.kalau
sedang tidak digunakan ia meletakan kameranya di jendela mungkin agar
tidak tersenggol atau menggangu meja rawat yang penuh dengan beberapa
bungkus obat-obatan, makanan dan minuman, karena aku memang dianjurkan
untuk banyak minum.
kadang aku sendiri di kamarku, sementara
marteen kuliah atau ada keperluan tertentu dengan bengkel variasi mobil
miliknya. tapi ia selalu hadir sebelum dokter datang memeriksaku.
mungkin ia sudah hafal dengan jadwal berkunjung dokter, secara ia juga
seorang mahasiswa kedokteran yang terkadang di ajak untuk menjenguk
pasien sebagai bahan pembekalan.tapi kali ini marteen belum menampakkan
batang hidungnya.
hari itu dokter kembali memeriksa keadaanku,
hanya kali ini dia tidak sendiri, melainkan bersama 5 calon-calon dokter
kupikir, krena mereka masih muda-muda. sungguh sangat memalukan jika
aku di periksa seperti beberapa hari lalu di depan mereka semua.
tapi
memang itulah yang terjadi kemudian, kali ini dokter itu membuka
selimut ku dengan lebih lebar, sehingga ujung-ujung bulu kemluanku yang
rutin ku potong tiap minggu, hampir tampak jelas.
dokter itu
memeriksaku sambil kemudian menjelaskan beberapa hal pada dokter2 muda
itu tanpa samasekali menutup kembali selimutku, bahkan berniatpun tidak
sepertinya. ia hanya menjelaskan beberapa hal yang aku sendiri tidak
paham, karena berkaitan dengan istilah istilah kedokteran yang tidak aku
pahami.
Tapi hal yang lebih membuatku seakan bodoh adalah,
keadaan tubuh atasku yang samasekali tidak tertutupi oleh apapun, kini
menjadi tontonan 6 orang yang asing bagiku, kecuali dokter itu, aku
hanya diam mematung, tersenyum kecut, dan berpura-pura seakan hal yang
menimpaku ini adalah hal yang wajar terjadi.
waktu seakan
berhenti berputar bagiku, saat mereka berdiskusi melingkari tempat
tidurku, tapi setidaknya mereka sudah berada di sana sekitar 15-20
menit, dengan bebasnya memandangi tubuh atasku yang tak tertutup sehelai
benangpun, walau sesekali dokter itu kemballi menekan nekankan jari
tangannya di sekitar uluhati dan perut, sambil menjelaskan bahkan
terkadang seperti bertanya pada dokter2 muda itu.
di saat itulah
marteen datang, dan yang membuat aku terkejut, ternyata marteen megenal
para doktermuda itu, mereka adalah teman sefakultas marteen, hanya
berbeda angkatan, mereka saling menyapa satu samalain dan tampak akrab.
marteen kemudian memperkenalkan aku pada mereka, satu persatu
mengulurkan tangan untuk berjabatan tangan dengan ku, jabatan tangan
yang lebih dari sekedar bersalaman, karena ala jabaan tangan mereka
lebih akrab, yaitu sambil menggoyangkan tangan dan pundak dan
berlangsung lebih absolutist dari jabat tangan biasa, aku yang saat itu
yang sedikit terduduk bersandar pada bantal dengan tangan kiri yang
terinfus, menerima jabat tangan mereka dengan tangan kanan satu persatu.
Saat itulah aku sadari bahwa dengan berjabat tangan seperti itu,
payudaraku yang terekspose bebas, berguncang dan bergoyang sesuai irama
jabatangan mereka. sungguh suatu pengalaman yang memalukan, aku merasa
seperti seorang penari streeptease yang baru turun panggung dan di
bologna oleh pera pengagumnya.
payudaraku memang tidak begitu
besar, hanya 32b, tapi guncangan yang ditimbulkan dari jabat tangan
seperti itu, cukup membuat payudaraku bergoyang kian kemari dengan
indahnya. aku melihat kearah mereka, dan tatapan mereka yang lain
tertuju pada payudaraku, demikian hal itu berulang lima kali, sungguh
aku membayangkan keadaan ku itu seperti berada dalam keadaan slowmotion
di film-film yang sering aku tonton, setiap aku berjabatan tangan dengan
salah satu dari mereka, yang lain selalu memandang ke arah payudaraku
yang bergoyang dan berguncang. sungguh aku merasa malu dan dipermalukan,
tapi tak ada satupun yang bisa aku persalahkan dalam hal ini.aku merasa
setiap detik berjalan sangat lambat, sehingga aku membayangkan setiap
goyangan payudaraku bisa di tonton secara jelas oleh mereka karena di
putar ulang sebagai gerakan “slow-motions”. pikiran yang tolol tapi
sungguh memalukan dan dipermalukan.
marteen kemudian menyetel
posisi tempat tidurku, sehingga kini aku benar benar dalam posisi
terduduk. kembali mereka mengobrol dengan lebih santai, dan kali ini
seakan melibatkan aku dalam percakapan mereka. teman teman marteen
memperkenalkan dokterku itu pada marteen sebagai coach mereka yang juga
ternyata dokter specialis (apa ya aku lupa lagi) yang baru kembali dari
tugas belajarnya di jepang. Pantas saja marteen belum kenal sebelumnya
hanya mengenal namanya saja katanya. perbincangan mereka sepertinya
cukup seru dan tampak wajar sehingga lama-lama aku telah lupa dengan
keadaan diriku yang terekpose sedemikian rupa. karena pemeriksaanku
sudah selesai, dokter itu (sebut saja dokter pramono) meminta diri untuk
kembali ke tugasnya yang lain. kami pun mempersilahkan sambil mereka
tetap mengobrol denganku.
kini perbincangan beralih seputar
diriku, kuliah dimana, division berapa, asal darimana, pokoknya obrolan
perkenalan biasa, akupun menjawab seadanya dan apa adanya, mereka sangat
bisa untuk membuat aku nyaman dengan obrolan mereka, mereka membuat aku
tertawa dengan guyonan dan humor-humor segar mereka. sampai akhirnya
mereka memuji kecantikanku yang sangat natural.
Jadi ini cindy
yang sering kau sebut sebut marteen, kata salah seorang diaantara mereka
yang belakangan ku ketahui bernama frans. ia berkomentar bahwa aku ngak
cocok jadi pacarnya marteen, cocoknya jadi pacarnya saja katanya,
celetukanya membuat semua tertawa, mereka semua masih mengelilingi di
sekitar tempat tidurku. mereka masih sempat saling bercada, dan
menanyakan beberapa hal mengenai hoby ku, dan menyebut hoby
bulutangkisku sebagai amusement yang jarang digeluti oleh seorang cewek
yang bukan atlit seperti aku. Frans kemudian kebali memuji kecantikanku
yang natural, dan seolah merupakan pertnyaan wajar ia kemudian
menanyakan besar payudaraku, karena caranya bertanya sangat wajar
bagiku, maka aku menjawabnya dengan apa adanya. 32b jawab ku.
tapi
sungguh di luar dugaan ia mengulurkan tangannya memegang payudaraku,
menjamahnya seakan meneliti keadaan payudaraku, aku yang shock tidak
bisa berkata apa apa, hanya memandang tanganya yang menjelajahi kedua
payudaraku, dan kemudian memillin putingnya yang berwarna coklat
kemerahan hingga keras. aku kembali tersadar dengan keadaanku yang
telanjang di hadapan semua cowok ini.
“Oh sungguh ukuran yang ideal untuk cewek seperti kamu cindy” kata frans
aku
tak tau apa yang harus aku lakukan, sedari tadi aku membiarkan
keadaanku seperti ini, dan membiarkan mereka memandangi tubuh bagian
atasku yang tak tertutup sehelai benangpun, jadi akan tampak sangat lucu
bila sekarang aku menutupi tubuhkku dengan selimut. maka aku membiarkan
saja apa yang frans lakukan padaku.
marteen tampak sedikit
terkejut, tapi melihat aku diam saja, ia pun hanya senyum, sejurus
kemudian marteen menepuk dadanya, membanggakan dirinya yang memiliki aku
pikirku.
“aku sih inginya payudara yang lebih besar” lanjut
marteen sambil memandangku dan frans yang masih seolah memeriksa
payudaraku dengan tangan kanannya yang mebentuk huruf U.
“cindy…
kamu mau tidak punya payudara yang lebih besar..?! tanya frans, sekali
lagi tanpa melepaskan tangannya dari payudaraku, ia hanya memindahkan
tanganya dari payudara kiri ke payudara kananku, sambil tetepa memilin
puting payudaraku hingga tetap keras dan mencuat. hal itu membuat aku
basah di bawah sana. mudah-mudahan mereka tidak mengetahuinya pikirku.
tapi pikiran itu aku tolak sendiri, bagaimana mungkin mereka tidak tahu,
mereka kan calon dokter yang setidaknya mempelajari agency agency
tubuh, termasuk wanita. pikiranku ini membuat aku jadi bertambah malu,
sekaligus jadi tidak bisa berkonsentrasi.
“gimana cindy…? tanya frans lagi, “mmm… mau…. mau….” jawabku dengan agak terbata, dan asal saja menjawab pertanyaan frans,
meski aku pernah juga membayangkan memiliki payudara yang besar seperti payudaranya keluarga azhari selebritis itu.
tapi
jika payudaraku besar aku tidak akan sebebas selama ini, kemana-mana
tidak pernah memakai bra, yang selama ini di tuntut oleh marteen padaku.
aku memang awalnya hanya menuruti permintaan marteen, tapi
lama-kelamaan sudah menjadi kebiasaan. meski kadang risih jika ketahuan
oleh teman2 ku bahwa aku gak pake bra.
“bagaimana menurut
kalian…?!” tanya frans pada temannya yang lain, sambil kini beranjak
mundur, digantikan oleh temen temen frans yang lain, berturut-turut
andy, tony, eddo, dan opik. begitulah nama-nama mereka yang aku ingat.
mereka bergantian membelai, meraba menekan dan meremas-remas payudaraku,
mempermainkan puting payudaraku bergantian, seolah olah tidak akan
membiarkan puting payudaraku itu mengendur sedikitpun. aku hanya
memandang marteen yang duduk di daybed yang tampak santai di samping
kameranya. kamera itu memang kali ini tidak dibawa marteen pergi, sejak
kemarin kemera itu tetap di jendela menghadap ke arahku.
apakah kamera itu menyala..?? tanyaku dalam hati. aku sendiri tak tahu jawabanya.
setelah
mereka puas, akhirnya mereka berpamitan pada marteen, dan berkata pada
marten dengan berbisik sambil memandangku yang tetap membiarkan tubuh
bagian atasku terpampang bebas seolah lukisan yang sedang di pamerkan,
posisi tubuhku yang terduduk membuat semua ini memang seolah-olah sedang
aku pamerkan. padahal betapa malunya aku diperlakukan seperti ini, dan
aku di biarkan, sekaligus membiarkan keadaanku seperti ini di depan
pacarku sendiri.
setelah mereka pergi, aku terdiam sendiri,
marteen mengatar temannya ke luar kamar, aku kembali menyelimuti diriku
dengan selimut dan mengatur posisi kasur untuk tidur. sesaat kemudian
marteen masuk kembali ke kamar, ia memandangku yang kembali berselimut.
ucapanya agak menyakitkan sih, tapi benar juga kalo dipikir lagi;
“di
depan orang banyak kamu buka lebar-lebar selimut kamu, kamu biarkan
teman temankku tadi menjamah dan mempermainkan payudaramu, sedang
sekarang hanya di depan aku kamu malah menutup selimut kamu rapat rapat,
cewe yang aneh…!?” kata marteen sedikit kesal.
“tapi kenapa kamu gak melarang…?” tanyaku yg jg merasa kesal atas sikapnya pada temen temannya tadi.
“itu
kan tubuh mu sendiri, dan itu juga payudaramu sendiri…!?” lanjut
marteen, “aku gak berhak melarangmu melakukan apa yang kau suka pada
tubuhmu” jelasnya lagi.
aku tidak bisa berkata-kata apa-apa lagi,
semua yang marteen katakan itu benar. meski aku sebenarnya melakukan
itu semua secara terpaksa. tapi siapa yang memaksa….?? tanyaku dalam
hati, aku hanya merasa semua itu berawal dari cara dokter itu
memeriksaku, tapi semuanya juga tidak aku larang sejak awal, dan
biasanya setelah memeriksa dokter pram akan kembali menutupkan selimutku
ke tubuhkku, tapi itu tadi tidak ia lakukan, setelah ia memeriksaku
dengan membuka selimutku agak lebih lebar dari biasanya, ia tidak
menutupkan kembali selimutku, tapi malah berdiskusi dan memberikan
semacam pelajaran tambahan pada calon-calon dokter muda tadi, dan aku
tetap dibiarkan dan membiarkan diriku mempertontonkan tubuh tubuh
telanjangku pada mereka. seandainya aku mau, aku tadi bisa saja menutup
selimutku, tapi entah kenapa semua itu tidak aku lakukan. aku hanya
merasa bahwa biasanya dokter pram akan menutup selimutku bila telah
selesai,tapi kali ini tidak, dan sebelum mereka selesai marteen datang.
Kedatangan
marteen tidak membuat aku tertolong dari keadaanku yang ter-ekspose
atau meng-eksposekan diriku, aku sendiri bingung mendefinisikan
keadaanku tadi. marteen juga tak bisa di salahkan, saat ia datang masuk
ke ruangan, aku sudah dengan keadaan yang bisa dibilang sangat vulgar,
aku bertelanjang dengan hampir seluruh tubuhku, terbuka tanpa sehelai
benangpun yang menutupi, bahkan bagian kemaluanku hampir terlihat,
mungkin hanya berjarak 3-4cm saja selimutku menutupi selangkanganku,
karena bulu-bulu halusnya yang rutin aku potong setiap minggu dapat
terlihat tadi, meski tidak semua. tapi membayangkan itu semua kembali
membuatku merasa malu dan tidak percaya.
“tapi kau kan tau kalo
aku sama sekali belum pernah bertelanjang dada di depan orang lain
kecuali kamu” kataku pada marteen, “kenapa kamu tidak mencoba menutupi
aku..?” tanyaku lagi.
merteen berjalan ke arahku sambil berkata;
“kan sudah aku bilang, aku tak berhak menentukan apa yang bukan menjadi
milikku”. “lagipula saat itu kau sama sekali tidak seperti sedang dalam
keadaan yang terpaksa atau dibawah tekanan…?, saat aku datang kau
seperti sedang tersenyum pada mereka”. lanjut marteen. “kalau kau ingin
aku melarang mu melakukan sesuatu, kau haruslah menjadi milikku terlebih
dulu, selama kau bukan menjadi milikku, maka aku tak akan berhak
melarang kamu melakukan sesuatu yang kau suka, akui sajalah bahwa kamu
memang suka memamerkan tubuhmu cindy….!” tegas mateen.
Tidak…..!
aku bukan blazon cewek yang suka pamer tubuh, selama ini aku melakukan
semuanya karena kamu marteen…?!” kataku padanya.
OK, mulai saat
ini, milikilah tubuhku, lakukan apa yang kau suka, karena aku adalah
milikmu…!” lanjutku sambil tetap menatap marteen.
“cindy…. tak
bisa sesederhana itu, semua itu butuh proses dan yang penting butuh
bukti, bahwa kau adalah milikku. bila perjajian harta dan hak milik
harus di hadapan notaris, maka perjanjian yang menyangkut hal emosional
seperti ini harus di depan psikolog” kata marteen melanjutkan. besok aku
akan bawa temanku yang psikolog, setelah itu baru semuanya bisa
terjadi, dan aku akan berhak atas dirimu dan tubuhmu”.
“tapi
sebelum semua itu terjadi, aku minta kamu melakukan sesuatu buatku
cindy”, kata marteen, jika kamu bisa melakukannya, maka besok aku akan
membawa psikolog untuk kita berdua, setuju…?”
setujuuu….!” jawabkku spontan.
ternyata
marteen memintaku atau lebih tepatnya mengetest aku ,apa aku cukup bisa
dia andalkan. karena waktu saat itu menunjukan waktunya kamar-kamar di
besihkan, maka marteen memeintaku untuk kembali membuka selimutku
sebatas pinggang, sehingga tubuh atasku kembali telanjang tidak
tertutupi sehelai benangpun, memintaku untuk pura-pura tidur selama 1-2
jam kedepan, dan membiarkan saja petugas kebersihan rumah sakit yang
akan membersihkan kamarku nanti, menikmati pemandangan indah dari
tubuhku, aku di pesan untuk tidak membuka mata sampai dia kembali meski
apapun yang terjadi, karena jika tidak semua akan kacau katanya. dan
jika itu terjadi maka marteen tidak akam membawa psikolog untuk
menjadikan aku miliknya.
aku menyetujui persyaratan itu, aku
sungguh ingin menjadi milik marteen, entah perasaan apa ini yang ada
dalam diriku, tapi aku sudah ingin sekali membahagiakannya dengan
menjadi milik marteen sepenuhnya, aku tidak berharap marteen menikahiku,
menjadikan aku miliknya saja sudah membuat aku bahagia, meski bila
nanti marteen menikahiku tentu akau akan lebih bahagia lagi.
marteen
kemudian meninggalkan aku sendiri, dengan selimut yang terbuka sebatas
pinggang, dan aku pura pura tertidur, entah karena menunggu dan
kelelahan, aku ternyata benar-benar tertidur, dan tidak menyadari bahwa
ada petugas kebersihan yang memang telah biasa masuk dan membersikan
kamarku, menyapu, membuang sampah dan mengepel. tapi kali ini tampaknya
dia membersihkan kamarku lebih absolutist dari bisanya. aku tersadar
tapi masih tetap memejam kan mataku ketika ku dengar suara sapunya
menyentuh tempat tidur rumah sakit yang terbuat dari besi. tapi ku tetap
diam, ia tampaknya berhenti menyapu, nafasnya terdengar lebih kencang,
ia ada di sampingku, aku bergerak sedikit layaknya orang yang tertidur,
tapi tetap memejamkan mata, ia melanjutkan pekerjaanya. kini sepertinya
ia mulai mengepel lantai, suara air yang ia cipratkan, dan wangi karbol,
membuat aku yakin dengan hal itu, kembali ia membersihkan di sekitar
breadth tempat tidur yang lebih absolutist dari biasanya. lagi-lagi dia
berhenti di sampingku, aku merasa kali ini dia akan menyentuh
payudaraku, kareana kali ini ia meletakkan gagang pembersih lantai di
tempat tidurku, sehingga sedikit mengelurkan suara ketika beradu dengan
sisi tempat tidurku yang terbuat dari besi stainless. aku bersiap,
karena seperti yang marteen bilang agar aku tidak membuka mataku apapun
yang terjadi sampai dia kembali.
aku merasa buah dadaku di pegang
oleh tangan yang kasar tapi sedikit hangat, tangan itu membelai
payudaraku beputar sebelum berpindah ke payudara yang lain, permainan
tanganya membuat putingku tegak berdiri, seolah menantang untuk
dipermainkan, udara ruangan yang cukup dingin membuat putingku lebih
cepat berdiri, dan lebih absolutist bertahan dalam keadaan keras dan
tegak meski tak di sentuh oleh petugas kebersihan itu.
kemana
tangan-tangan itu pikirku dalam hati, dalam kegelapan karena aku
memejamkan mataku aku sekilas merasakan seperti ada sinar yang memancar,
wah ternyata dia mengambil gambarku, aku yang hanya berselimut sebatas
pinggang, dan wajahku yang menghadap kearahnya tentu saja akan terlihat
jelas, aku mulai panik, aku takut gambar-gambar itu akan tersebar di
internet, dan siapa saja akan bisa melihatnya. tapi aku ingat pesan
marteen untuk tidak membuka mata sampai ia datang nanti, karena aku
ingin jadi gadis yang baik untuknya, aku ingin manjadi miliknya.
aku
merasa petugas kebersihan itu kembali mendekat, aku yang berada lebih
dekat ke sisi ranjang sebelah kanan, meraskan ada benda lunak di
bibirku, dan sekali lagi ada seberkas cahaya yang aku rasakan, tapi aku
tetap pura-pura tidur dan mencoba tak terusik dengan benda lunak itu.
tiba
tiba ku dengar dia mengerang dengan seuara tertahan, dan kurasakan
cairan hangat menerpa wajahku, setelah itu kembali sinar sinar itu
berninar.
ohh sungguh betapa malunya aku, aku tahu tentunya ia
tadi ber ejakulasi di wajahku, dan ia kembali mengabadikan kejadian itu,
benda lunak tadi pasti senjata milik petugas kebersihan itu yang
berejakulasi di wajahku.
suasana kembali sunyi setelah petugas kebersihan itu pergi.
tak
berapa absolutist marteen masuk ke rauangan itu, aku mengetahuinya dari
parfum yang ia pakai, parfum khasnya yang tak akan bisa sama dengan
orang lain, karena aku tau kebiasaannya mencampurkan dua parfum
kesukaanya.
ia bertepuk tangan dengan semua yang terjadi, tapi
aku menceritakan apa yang terjadi dengan semua sinar-sinar tadi, bahwa
petugas kebersihan itu mengambil gambarku yang telanjang dan penuh
dengan cairan kenikmatan yang membasahi wajahkku.
marteen hanya berkata, nanti akan dia urus petugas itu. dan aku percaya akan kata-katanya.
tapi kamu tidak membuka matamu kan sindy…? tanya marteen
tentu
saja tidak, kan sesuai pesan mu” jawabku, “bagus kalau begitu, ia tentu
tidak ingin kehilangan pekerjaanya atas tuduhan pelecehan atas pasien
rumah sakit”, berbeda jika kamu membuka matamu tadi, semua akan tidak
mudah aku atasi. bebrapa saat kemudian ia pun pergi untuk mengurus
petugas kebersihan tadi, yang telah mendapat durian runtuh, bisa meraba
dan mempermainkan duabuah payudaraku dan berejakulasi di wajahku, serta
memeiliki gambar-gambar yang sangat memalukan aku tadi. aku tetapa
khawatir gambar itu akan tersebar, tapi ketakutan itu aku tepis jauh
jauh, karena tentunya marteen akan mengurus segalanya untukku.
sekian
dulu ceritaku, lain kali aku sambung lagi, dengan ceritaku yang lain
bersama pacarku marteen, yang selanjutnya akan menjadi pemilik dari
tubuhku ini. aku bahkan tidak sanggup untuk tidak melakukan apa yang dia
minta terhadapku. aku heran mengapa semua itu bisa aku lakukan meski
itu mempermalukan aku, tapi aku senang bisa membuat nya senang dan
melihatnya tertawa.
maafkan caraku bertutur yang masih kacau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar