Harga Sebuah Absen Ialah Perawan!
Kisahku yang
satu ini terjadi sudah agak lama, tepatnya pada akhir division 3, dua
tahun yang lalu. Waktu itu adalah saat-saat menjelang UAS. Seperti
biasa, seminggu sebelum UAS nama-nama mahasiswa yang tidak diperbolehkan
ikut ujian karena berbagai sebab seperti over absen, telat pembayaran,
dan sebagainya tertera di papan pengumuman di depan TU fakultas.
Hari
itu aku dibuat shock dengan tercantumnya namaku di daftar cekal salah
satu mata kuliah penting, 3 SKS pula. Aku sangat bingung di sana
tertulis absenku sudah empat kali, melebihi batas maksimum tiga kali,
apakah aku salah menghitung, padahal di agendaku setiap absenku kucatat
dengan jelas aku hanya tiga kali absen di mata kuliah itu.
Akupun
accuse masalah ini dengan dosen yang bersangkutan yaitu Pak Qadar,
seorang dosen yang cukup chief di kampusku, dia berumur pertengahan
40-an, berkacamata dan sedikit beruban, tubuhnya pendek kalau dibanding
denganku hanya sampai sedagu. Diajar olehnya memang enak dan mengerti
namun dia agak cunihin, karena suka cari-cari kesempatan untuk mencolek
atau bercanda dengan mahasiswi yang cantik pada jam kuliahnya termasuk
juga aku pernah menjadi korban kecunihinannya.
Karena sudah chief
dan menjabat kepala jurusan, dia diberi ruangan seluas 5×5 beat bersama
dengan Bu Hany yang juga dosen chief merangkap wakil kepala jurusan.
Kuketuk pintunya yang terbuka setelah seorang mahasiswa yang sedang
bicara padanya pamitan.
“Siang Pak!” sapaku dengan senyum dipaksa.
“Siang, ada perlu apa?”
“Ini
Pak, saya mau tanya tentang absen saya, kok bisa lebih padahal di
catatan saya cuma tiga..,” demikian kujelaskan panjang lebar dan dia
mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya.
Beberapa menit dia
meninggalkanku untuk ke TU melihat daftar absen lalu kembali lagi dengan
map absen di tangannya. Ternyata setelah usut punya usut, aku
tertinggal satu jadwal kuliah tambahan dan cerobohnya aku juga lupa
mencatatnya di agendaku. Dengan memohon belas kasihan aku memelas
padanya supaya ada keringanan.
“Aduhh.. Tolong bell Pak, soalnya
nggak ada yang memberitahu saya tentang yang tambahan itu, jadi saya
juga nggak tahu Pak, bukan salah saya semua bell Pak.”
“Tapi kan
Dik, anda sendiri harusnya tahu kalau absen yang tiga sebelumnya anda
bolos bukan karena sakit atau apa kan, seharusnya untuk berjaga-jaga
anda tidak absen sebanyak itu bell dulu.”
Beberapa saat aku tawar
menawar dengannya namun ujung-ujungnya tetap harga mati, yaitu aku
tetap tidak boleh ujian dengan kata lain aku tidak lulus di mata kuliah
tersebut. Kata-kata terakhirnya sebelum aku pamit hanyalah,
“Ya
sudahlah Dik, sebaiknya anda ambil hikmahnya kejadian ini supaya memacu
anda lebih rajin di kemudian hari” dengan meletakkan tangannya di
bahuku.
Dengan lemas dan pucat aku melangkah keluar dari situ dan
hampir bertabrakan dengan Bu Hany yang menuju ke ruangan itu. Dalam
perjalanan pulang di mobilpun pikiranku masih kalut sampai mobil di
belakangku mengklaksonku karena tidak memperhatikan lampu sudah hijau.
Hari
itu aku habis 5 batang rokok, padahal sebelumnya jarang sekali aku
mengisapnya. Aku sudah susah-susah belajar dan mengerjakan tugas untuk
mata kuliah ini, juga nilai UTS-ku 8, 8, tapi semuanya sia-sia hanya
karena ceroboh sedikit, yang ada sekarang hanyalah jengkel dan sesal.
Sambil tiduran aku memindah-mindahkan chanel ambit dengan remote, hingga
sampailah aku pada approach TV dari Taiwan yang kebetulan sedang
menayangkan blur semi.
Terlintas di pikiranku sebuah cara gila,
mengapa aku tidak memanfaatkan sifat cunihinnya itu untuk menggodanya,
aku sendiri kan penggemar seks bebas. Cuma cara ini cukup besar
taruhannya kalau tidak kena malah aku yang malu, tapi biarlah tidak ada
salahnya mencoba, gagal ya gagal, begitu pikirku. Aku memikirkan rencana
untuk menggodanya dan menetapkan waktunya, yaitu abscessed jam 5 lebih,
biasanya jam itu kampus mulai sepi dan dosen-dosen lain sudah pulang.
Aku cuma berharap saat itu Bu Hany sudah pulang, kalau tidak rencana ini
bisa tertunda atau mungkin gagal.
Keesokan harinya aku mulai
menjalankan rencanaku dengan berdebar-debar. Kupakai pakaianku yang
seksi berupa sebuah baju tanpa lengan berwarna biru dipadu dengan rok
putih menggantung beberapa senti diatas lutut, gilanya adalah dibalik
semua itu aku tidak memakai bra maupun celana dalam. Tegang juga rasanya
baru pertama kalinya aku keluar rumah tanpa pakaian dalam sama sekali,
seperti ada perasaan aneh mengalir dalam diriku.
Birahiku naik
membayangkan yang tidak-tidak, terlebih hembusan AC di mobil semakin
membuatku bergairah, udara dingin berhembus menggelikitik kemaluanku
yang tidak tertutup apa-apa. Karena agak macet, aku baru tiba di kampus
jam setengah enam, kuharap Pak Qadar masih di kantornya. Kampus sudah
sepi saat itu karena saat menjelang ujian banyak kelas sudah libur,
kalaupun masuk batten cuma untuk pemantapan atau kuis saja.
Aku
naik lift ke tingkat tiga. Seorang karyawan dan dua mahasiswa yang
selift denganku mencuri-curi pandang ke arahku, suatu hal yang biasa
kualami karena aku sering berpakaian seksi cuma kali ini bedanya aku
tidak pakai apa-apa di baliknya. Entah bagaimana reaksi mereka kalau
tahu ada seorang gadis di tengah mereka tidak berpakaian dalam,
untungnya pakaianku tidak terlalu ketat sehingga lekukan tubuhku tidak
terjiplak. Akupun sampai ke ruang dia di sebelah lab. Bahasa dan kulihat
lampunya masih nyala. Kuharap Bu Hany sudah pulang kalau tidak
sia-sialah semuanya. Jantungku berdetak lebih kencang saat kuketuk
pintunya.
“Masuk!” sahut suara dari dalam.
“Selamat abscessed Pak!”
“Oh, kamu Citra yang kemarin, ada apa lagi nih?” katanya sambil memutar kursinya yang menghadap komputer ke arahku.
“Itu.. Pak mau membicarakan masalah yang kemarin lagi, apa masih ada keringanan buat saya”
“Waduh..
Kan Bapak sudah bilang dari kemarin bahwa tanpa surat opname atau ijin
khusus, kamu tetap dihitung absen, disini aturannya memang begitu, harap
anda maklum”
“Jadi sudah tidak ada tawar-menawar lagi Pak?”
“Maaf Dik, Bapak tidak bisa membantumu dalam hal ini”
“Begini saja Pak, saya punya penawaran terakhir untuk Bapak, saya harap bisa menebus absen saya yang satu itu, bagaimana Pak?”
“Penawaran.. Penawaran, memangnya pasar pakai tawar-menawar segala,” katanya dengan agak jengkel karena aku terus ngotot.
Tanpa
pikir panjang lagi aku langsung menutup pintu dan menguncinya, lalu
berjalan ke arahnya dan langsung duduk diatas meja tepat disampingnya
dengan menyilangkan kaki. Tingkahku yang nekad ini membuatnya salah
tingkah. Selagi dia masih terbengong-bengong kuraih tangannya dan
kuletakkan di betisku.
“Ayolah Pak, saya percaya Bapak pasti bisa
nolongin saya, ini penawaran terakhir saya, masa Bapak nggak tertarik
dengan yang satu ini” godaku sambil merundukkan badan ke arahnya
sehingga dia dapat melihat belahan payudaraku melalui leher bajuku yang
agak rendah.
“Dik.. Kamu kamu ini.. Edan juga..” katanya terpatah-patah karena gugup.
Wajahku
mendekati wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah, “Sudahlah Pak,
tidak usah pura-pura lagi, nikmati saja selagi bisa.”
Dia makin
terperangah tanpa mengedipkan matanya ketika aku mulai melepaskan
kancing bajuku satu-persatu sampai kedua payudaraku dengan puting
pink-nya dan perutku yang rata terlihat olehnya. Tanpa melepas
pandangannya padaku, tangannya yang tadinya cuma memegang betisku mulai
merambat naik ke paha mulusku disertai sedikit remasan. Kuturunkan
kakiku yang tersilang dan kurenggangkan pahaku agar dia lebih leluasa
mengelus pahaku. Dengan setengah berdiri dia meraih payudaraku dengan
tangan yang satunya, setelah tangannya memenuhi payudaraku dia
meremasnya pelan diiringi desahan pendek dari mulutku.
“Dadamu bagus juga yah dik, kencang dan montok,” pujinya
Dia
lalu mendekatkan mulutnya ke arah payudaraku, sebuah jilatan menyapu
telak putingku disusul dengan gigitan ringan menyebabkan benda itu
mengeras dan tubuhku bergetar. Sementara tangannya yang lain merambah
lebih jauh ke dalam rokku hingga akhirnya menyentuh pangkal pahaku. Dia
berhenti sejenak ketika jari-jarinya menyentuh kemaluanku yang tidak
tertutup apa-apa
“Ya ampun Dik, kamu tidak pakai dalaman apa-apa ke sini!?” tanyanya terheran-heran dengan keberanianku.
“Iyah Pak, khusus untuk Bapak.. Makanya Bapak harus tolong saya juga.”
Tiba-tiba
dengan bernafsu dia bentangkan lebar-lebar kedua pahaku dan menjatuhkan
dirinya ke kursi kerjanya. Matanya seperti mau copot memandangi
kemaluanku yang merah merekah diantara bulu-bulu hitam yang lebat.
Sungguh tak pernah terbayang olehku aku duduk diatas meja mekakangkan
kaki di hadapan dosen yang kuhormati. Sebentar kemudian lidah Pak Qadar
mulai menjilati bibir kemaluanku dengan rakusnya. Lidahnya ditekan masuk
ke dalam kemaluanku dengan satu jarinya mempermainkan klitorisku,
tangannya yang lain dijulurkan ke atas meremasi payudaraku.
“Uhh..
.!” aku benar-benar menikmatinya, mataku terpejam sambil menggigit
bibir bawah, tubuhku juga menggelinjang oleh sensasi permainan lidah
dia. Aku mengerang pelan meremas rambutnya yang tipis, kedua paha
mulusku mengapit erat kepalanya seolah tidak menginginkannya lepas.
Lidah itu bergerak semakin cheat menyapu dinding-dinding kemaluanku,
yang batten enak adalah ketika ujung lidahnya beradu dengan klitorisku,
duhh.. Rasanya geli seperti mau ngompol. Butir-butir keringat mulai
keluar seperti embun pada sekujur tubuhku.
Setelah membuat
vaginaku basah kuyup, dia berdiri dan melepaskan diri. Dia membuka
celana panjang beserta celana dalamnya sehingga ‘burung’ yang dari tadi
sudah sesak dalam sangkarnya itu kini dapat berdiri dengan dengan
tenggak. Digenggamnya benda itu dan dibawa mendekati vaginaku.
“Bapak masukin sekarang aja yah Dik, udah nggak sabar nih”
“Eiit..
Sebentar Pak, Bapak kan belum ngerasain mulut saya nih, dijamin
ketagihan deh,” kataku sambil meraih penisnya dan turun dari meja.
Kuturunkan
badanku perlahan-lahan dengan gerakan menggoda hingga berlutut di
hadapannya. Penis dalam genggamanku itu kucium dan kujilat perlahan
disertai sedikit kocokan. Benda itu bergetar hebat diiringi desahan
pemiliknya setiap kali lidahku menyapunya. Sekarang kubuka mulutku untuk
memasukkan penis itu. Hhmm.. Hampir sedikit lagi masuk seluruhnya tapi
nampaknya sudah mentok di tenggorokanku. Boleh juga penisnya untuk
seusia dia, walaupun tidak seperkasa orang-orang kasar yang pernah ML
denganku, miliknya cukup kokoh dan dihiasi sedikit urat, bagian
kepalanya nampak seperti cendawan berdenyut-denyut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar